Demokrasi Subtantif

Secara Prosedural memang demokrasi diwujudkan melalui pemilihan langsung para wakil rakyat di lembaga negara. Tapi apakah hanya dengan hal ini, kita berpikir bahwa demokrasi telah berjalan secara subtantif ?

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita pahami bersawa apa demokrasi subtantif itu sebenarnya. Menurut Jeff Hayness, demokrasi substantif menempati ranking paling tinggi dalam penerapan demokrasi. Demokrasi substantif memberi tempat kepada rakyat jelata, kaum miskin, perempuan, kaum muda, golongan minoritas keagamaan dan etnik, untuk dapat benar-benar menempatkan kepentingannya dalam agenda politik di suatu negara. Dengan kata lain, demokrasi substantif menjalankan dengan sungguh-sungguh agenda kerakyatan, bukan sekadar agenda demokrasi atau agenda politik partai semata. Agenda-agenda rakyat menjadi basis pijakan keberadaan partai politik dalam melakukan proses-proses politik, baik di level eksekutif maupun legislatif.
Dan kita lihat di Indonesia pemilihan langsung adalah sebuah langkah besar bagi Indonesia yang beru saja berusaha menerapkan sistem demokrasi (yang sebenarnya), tapi apakah sudah berjalan dengan subtantif ? Menurut saya belum, karena sementara ini agenda kerakyatan masih terwarnai oleh agenda demokrasi atau bahkan agenda partai politik. Kepentingan yang diambil atau dibuat tidak bersumber pada murni kepentingan rakyat, tapi tertutup oleh kepentingan kelompok dalam hal ini partai politik.
Berkaca pada kekisruhan internal maupun eksternal partai politik belakangan ini, sulit ditemukan adanya akselerasi partai politik terhadap isu-isu kerakyatan. Isu-isu yang mendera rakyat makin terkapar bersama terkaparnya rakyat itu sendiri. Partai politik yang telah dibajak demi keuntungan elite telah meminggirkan isu-isu serta agenda riil rakyat. Mereka ternyata perlu mendewasakan diri dan menyelesaikan konfliknya terlebih dahulu sebelum mendewasakan dan menyelesaikan kepentingan rakyat. Padahal harapan-harapan rakyat yang memilihnya telah menggunung untuk segera direalisasikan.
Demikian juga dalam pemilihan kepala daerah, Masalah pemilihan kepala daerah turut menentukan tingkat demokratisasi di daerah tersebut. Semakin tinggi partisipasi aktif rakyat setempat dalam proses pemilihan kepala daerah, semakin tinggi pula tingkat demokratisasi di daerah tersebut. Tapi, yang terjadi kini adalah permainan sisi psikologis masyarakat dengan pewacanaan tokoh dan penjualan karakter, saat ini yang dilihat pada saat pemilihan kepala daerah atau pemilihan apapun itu adalah sosok dari calon kepala daerah tersebut, bukan ke visi dan misi atau program kerja yang akan dikerjakan. Dan itu adalah pembodohan masal. Lagi-lagi yang dilakukan oleh elite atau sebagian pemimpin dan tentu saja itu hanya untuk kepentingan kelompok atau Parpol-nya, jadi kepentingan rakyat pada hakikatnya masih terabaikan.
Mungkin kalau hanya dilihat dari partisipasi masyarakat dalam pemilihan langsung tersebut, bisa dikatakan Indonesia telah menjalankan demokrasi secara subtantif, tapi hanya dalam tataran itu saja sedang pelaksanaan agenda kerakyatannya masih belum.